Perceraian merupakan salah satu sebab dari putusnya hubungan perkawinan. Saat ini perceraian kerap kali hadir disekitar kita, hal itu disebabkan semakin banyaknya tingkat perceraian di Indonesia. Perceraian dapat terjadi pada semua kalangan, kalangan artis, pejabat dan lain sebagainya. Perceraian juga tidak mengenal usia, baik tua mauoun muda. Banyak hal dan alasan-alasan sehingga orang memutuskan untuk mengakhiri hubungan perkawinan yang telah dibina mungkin sejak lama dan harus kandas. Padahal sedari awal tujuan dari pernikahan sendiri adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal.
Benar pada dasarnya secara aturan hukum yang berlaku di Indonesia tidak ada larangan untuk bercerai, karena dalam sistem peraturan ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk menjalani proses perceraian, baik dengan mendaftarkan gugatan perceraian di Pengadilan Agama tempat domisili isteri yang bagi beragama Islam dengan tunduk terhadap aturan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang berlaku berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bagi warga negara yang beragama Non-Muslim bisa melakukan upaya hukum perceraian dengan mendaftarkan Gugatan Perceraian di Pengadilan Negeri tempat si Tergugat bertempat tinggal dan tunduk terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Perlu dipahami bahwa perceraian ini tentu berakibat hukum, yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bercerai baik dari Penggugat dan Tergugat. Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa akibat dari putusnya suatu perkawinan karena perceraian adalah:
- Baik Ibu atau Bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya;
- Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataanya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut;
- Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidup dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi istri.
Tentunya hak-hak dari anak juga dijamin oleh peraturan yang berlaku. Baik bekas suami maupun isteri tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya berdasarkan kepentingan anak. Suami dan isteri bersama-sama bertanggung jawab atas segala biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya. Apabila suami tidak mampu, maka pengadilan dapat menetapkan bahwa ibu yang memikul biaya anak-anak. Terhadap pemeliharaan anak, yaitu kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya yang berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri dan kewajiban tersebut berlaku terus meskipun antara kedua orang tua putus.
Terakhir, mengenai penyelesaian harta bersama karena perceraian, suami-istri yang beragama Islam tundak kepada Kompilasi Hukum Islam, sedangkan bagi suami-isteri non-islam tunduk kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Konsultasi lebih lanjut mengenai artikel diatas dapat melalui:
Email : halo@famcounselor.com
Instagram : famcounselor
-Trusted Family Lawyer-